Kamis, 24 Maret 2011

CUKUP DI BAWAH ATAP IJUK JERAMI


Duli Paduka Tuan dan Tuhanku
Seharusnya engkau menolak dilahirkan di kandang kambing
Yang kotor lembab berbau penuh lalat tanpa penyekat dinding
Dalam remang tanpa lampu minyak zaitun pada kasur jerami mengering
Tanpa satupun dokter dan suster yang menjadi pendamping

Paduka Duli Tuan dan Tuhanku
Seharusnya memilih rumah bersalin kelas super mewah
Yang dinding dan lantainya batu pualam
Bertahtakan aneka warna rupa manik-manik permata indah
Dan dari tiap sudut gangnya tumpah ruah aroma rempah
Lalu tiap jengkal dari arah pembaringanMu
Terhampar sulaman terhalus sutera merah

Semestinya Yusup dan Maria orangtuaMu tidak perlu mengetuk pintu
Apalagi sampai mengiba mengharap belas tak terbalas
di sepanjang sisi badan jalan
Sementara di balik pintu daun-daun telinga semakin membatu
Karena sedang terlaksana pesta pora kepayang kenikmatan


Duli paduka Tuan dan Tuhanku
Kami mencoba mencari menemukan dan memahami
Segenap niat kehendak dan mauMU
“sulitnya melebihi jutaan rumus matematika, Tuan”
Kerdilnya akal budiku tak mampu menemukannya
Dari abjad a hingga huruf z berbagai kamus
Tak segera kutemukan lambang dan artinya

Duli Paduka Tuan dan Tuhanku
Aku heran mengapa tempat lahirmu
sama dengan rumah tinggalku ?
Kotor berbau berdebu tanpa lampu
Tanpa rempah dan minyak zaitun
Namun, ada kenikmatan mahal nilainya di sana
Yaitu kenyamanan untuk singgah dan berteduh
Meski atapnya tumpukan rumput jerami
Dan dindingnya anyaman bambu hitam
Tapi memancarkan kesucian meski dalam kesunyian

Ah…duli paduka Tuan dan Tuhanku
Semakin tak mengerti apa mauMu itu
aku kelelahan mencari Mu
dan mataku mulai sayu karena kantukku
terlelap….dalam sunyi…ada kenyamanan
dan bermimpi “itulah Aku, telah mengajarkanmu”
dalam kesederhanaanKU

                                         Surabaya, 24 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar