Kamis, 24 Maret 2011

BERTAHAN DI BATAS LANGIT

BERTAHAN DI BATAS LANGIT
Pada desah terakhir hentakan napas
bersamaan dan tepat tanpa selisih waktu
waktu rongga paru membusung menggelembung
menghimpun serpihan sisa waktu
dan lebihnya tertambat berjajar menanti panggilan
memacu jalan darah kehidupan
agar tetap kuasa berjalan pada sisi tebing
Kecemasan itu bertandang untuk ke sekian kali
mencoba mengabu-abukan merahnya kepucatan
dan mencoba memutihkan birunya semangat
sampai tak sisakan keindahan bagi kami
bahkan sempat memecahkan kaca cermin
yang tergantung tempat kami menilai diri sendiri
Suksma kami dinding anyaman kegetiran
berpori tatkala panas menghampiri
dan hangat saat tajamnya dingin menikam
tepat di tengah hitamnya ulu sunsum tulang
lalu melapuk mengikuti remang senja hari
dan napas tak lagi kembali pada sisa waktu
ini kali rongga penghimpun udara terinjak caci maki
lantas gelembung udara di dalamnya
berubah lagi menjadi serpihan bola-bola air
untung saja dada masih menyisakan kekuatan jiwa
dan bola-bola udara tak sampai tercecer
di sepanjang perjalanan hidup lalu pekat oleh debu
Meski kadar racun tak sampai memutuskan darah
tapi sempat pula menjadi pemberat penenggelam
yang nyaris membenamkan gelembung udara
yang tertiup dari mainan anak-anakku  
Tangan kami tetap erat berpegang
pada ujung bola-bola buih yang mulai mengeras
lantas dengan segera menerbangkan kami
sampai batas langit berbatas kertas tipis
dan rongga paru hidup kami mampu menarik
napas dalam-dalam sampai relungnya
hingga kami merasakan benar bahwa kami hidup
dan tetap di sana. . .di batas langit
menunggu kekuatan terhimpun lagi
dan bola-bola air sabun melayang ke atas
mengantar kami kembali
di sana . . .di batas langit
                                                Surabaya, 24 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar