Garam pada genggamanku senantiasa kutaburkan
di tiap benih pada luasnya hamparan petak tanah
agar biji tumbuh tersemai tiap titik jengkalnya
dan kuncup bunganya menjadi buah siap petik
tinggal menunggu sambil menyiangi waktu
tunas tak mekar bunga bunga tak bakal buah
garam taburanku rasanya terserak di laut lepas
asinnya tak mampu hambarkan rasa samudera
biji benih itu laksana jatuh di bebatuan
Arangku telah habis besiku telah berkarat
baraku selama ini hanya membakar asap
berharap biji yang bertebaran di laut bakal menjadi pulau
air pancuran segera terbit lalu ulam pucuk segera menjulai
celaka, berbaliklah angin berkeliling beradulah ombak bersabung
batangku tak berderit meski puyuh menepuk air
berubah menjadi prahara di muka pantai hingga daratan
di ladang tanganku mencencang bahuku memikul
agar tebaran benih-benih mengerti
kuncup tunasnya mengarah ke matahari
Karena aku yakin. . . .
bara api yang kugenggam akan segera menjadi arang