Jumat, 22 Mei 2009

Yang Ringan Ringan

MULTIPLIKASI PENGELOLAAN KELAS
Bambang Sumbogo




Membaca artikel pendidikan pada sebuah blog, saya jadi ingat keluhan beberapa teman dan bahkan mungkin pernah dirasakan oleh beberapa guru di sekolah yaitu sulitnya menangani siswa dan berbagai permasalahannya. Mari kita lihat keluhannya di bawah ini :
Pusing. Itulah hal yang dirasakan saat menghadapi anak bandel. Misalnya : ngobrol sendiri saat guru menerangkan, baju selalu dikeluarkan, selalu tidak membawa atribut sekolah saat upacara, selalu telat. Ditegur dan diingatkan secara baik-baik....tetap tidak mau peduli. Di tegur dengan cara yang lebih keras lagi, juga gak mempan. Dibiarkan....makan ati. Di tabok....tentu akan jadi masalah...ortu mem-POLISI-kan....!!!!Sementara kalau dibiarkan, tentu akan mengganggu proses belajar secara keseluruhan.Serba repot.... Akhirnya ya apa boleh buat...dicuekin saja.....dengan resiko : mungkin anak-anak lain yang ingin belajar dalam suasana yang tenang akan memberi cap sebagai guru yang tidak tegas. Bodo amat.......!!!!! Yang penting : SUDAH DIINGATKAN...kalau anak masih tetap bandel...ya sudah itu bukan urusan saya lagi. Sekali-kali anak dipukul gurunya......ortu gak permasalahkan. Sekarang.......anak kena cubit....ortu mencak-mencak....pelanggaran HAM, urusan polisi,masuk koran.....dll.. ......kewajiban saya sudah dilaksanakan. Kalau jaman dulu.....ortu ”pasrah bongkokan” ke sekolah. Anaknya mau diapakan terserah. Yang penting anaknya jadi anak yang baik, disiplin dan pinter


Jika kita cermati, keluhan di atas merupakan cerminan seorang guru yang kehabisan cara/ akal serta kurang sabar dalam mengatasi siswa bermasalah, dan ini adalah suatu hal yang boleh dikatakan aneh. Mengapa? Karena seseorang yang terjun ke dunia pendidikan dan menjadi guru tentunya sejak semula pasti memahami bahwa komitmen guru di mana pun sekolahnya adalah mengajarkan, mendidik dan membentuk siswa, yang berbingkai dedikasi seorang guru. Mengajarkan dalam arti memindahkan materi ilmu pengetahuan yang dikuasai guru kepada siswa, mendidik dipahami sebagai memperkenalkan hal-hal baru tentang kehidupan dan penerapannya melalui latihan-latihan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mendidik agar siswa tahu etika berinteraksi, mendidik siswa agar tahu peraturan, mendidik siswa berbudi pekerti, dan didikan lain dalam proses pembelajaran di kelas sehingga terbentuklah intelektualitas serta karakter seperti yang kita harapkan bersama. Keterpaduan proses itu sejalan dan tidak terpisahkan.
Seseorang belum dapat disebut guru jika hanya melaksanakan satu aktivitas saja, misal hanya mengajar, hanya mendidik, atau hanya membentuk. Ketiganya harus berproses bersama.
Oleh karena itu, jangan menjadi guru kalau hanya baru dapat mengajar, tanpa mendidik dan membentuk, karena hasil olahannya tidak sempurna.
Dan seandainya kasus-kasus di atas benar-benar terjadi, adalah tugas guru untuk membenahi dan mengatasinya dengan berbagai macam metode yang dikuasai. Cobalah, karena ini juga merupakan tantangan bagi kita untuk menaklukkannya atau anda akan menyerah seperti contoh keluhan di atas. Semua kembali kepada komitmen guru.
Permasalahan siswa dibedakan atas dua macam masalah, yaitu masalah diri siswa (individu) dan masalah kelompok.
Masalah individu meliputi perilaku mencari perhatian (siswa mencoba mencari perhatian agar guru dan temannya tahu bahwa dia mempunyai hal-hal yang dianggapnya lebih), perilaku menunjukkan kekuatan (siswa merasa lebih besar dan kuat dibanding yang lain), perilaku ketidakmampuan (perilaku ini akan ditujukkan siswa untuk menutupi ketidakmampuannya), dan perilaku membalas (karena perlakuan yang diterimanya dianggap menyakiti, menyinggung perasaan), yang akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
Masalah kelompok meliputi :
• Kelas kurang kohesif, karena jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
• Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya. (Kesepakatan siswa terhadap ketentuan mengikuti kelas yang telah ditandatanganinya)
• Reaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
• “Membombong”(memuji berlebihan) anggota kelas yang justru menimbulkan rasa iri.
• Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.


Alangkah indahnya jika harapan seperti itu terwujud. Dan yang dapat melakukannya di sekolah adalah kita para guru. Jangan pernah merasa pusing dan masa bodoh dengan tingkah laku siswa, karena itu berarti anda mengorbankan diri sendiri.
Kita tidak dapat memungkiri memang itulah yang terjadi terhadap kita para guru di tengah kesibukan kita menyusun perencanaan pembelajaran dan tugas-tugas lain seiring pelaksanakan proses pembelajaran, di mana pun tempatnya. Dan itu adalah imbas dari majunya zaman, teknologi informasi, kultur sosiologi, cara pandang manusia terhadap pendidikan, dan persaingan mutu pendidikan antarsekolah.
Memang ada orang tua siswa yang memberi perlindungan kepada anaknya berlebihan, bahkan tidak mau tahu keadaan keseharian anaknya di sekolah. Ini tidak dapat disalahkan secara sepihak. Tergantung dari bagaimana kita sebagai guru menyikapi dan menghadapinya, karena meskipun kecil, guru tetap mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengelola kelas sesuai ketentuan yang diberlakukan di sekolah terutama dalam mendisiplinkan siswa sehingga siswa memahami bahwa lingkungan sekolahnya mempunyai aturan yang harus ditaati.
Percaya sajalah bahwa orangtua siswa memilih suatu sekolah dan memasukkan anaknya itu karena mereka mempunyai kepercayaan penuh terhadap sekolah dan telah mempertimbangkan berdasarkan penilaian terhadap kelebihan-kelebihan suatu sekolah. Dan kalau orangtua percaya bahwa sekolah tempat anaknya belajar itu berkualitas dengan sendirinya mereka pun percaya terhadap para guru yang mendidik anaknya. Setuju khan? Jadi seandainya terjadi seperti contoh kasus di atas, guru dapat dengan mudah menanganinya.
Bagaimana dengan multiplikasi pengelolaan kelas? Multiplikasi boleh dipahami sebagai memperbanyak teknik penerapan mengelola kelas agar situasi pembelajaran berjalan kondusif berdasar pada hakikat mengajar, mendidik, dan membentuk siswa. Guru harus kreatif memvariasikan cara mengelola kelas dengan pendekatan manusiawi. Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian peringatan dan pujian, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (siswa) dan fasilitas.
Berikut ini beberapa cara yang mungkin dapat membantu mengelola kelas anda :


KONDISI FISIK
1. Pengaturan Tempat Duduk
Kelas konvensional mengatur tempat duduk siswa 4 atau 5 baris berderet,
menghadap papan tulis seperti pengaturan kelas pada umumnya. Mungkin saja ini
membosankan bagi sebagian siswa, maka tidak ada salahnya kalau sekali waktu
pengaturan tempat duduknya diubah disesuaikan dengan kebutuhan dan
keselarasannya dengan materi yang di ajarkan. Pada prinsipnya pengaturan
tempat duduk bertujuan mempermudah guru dan siswa dalam proses
pembelajaran sekaligus membantu guru dalam mengendalikan suasana kelas.
2. Menetapkan Prosedur Kelas
Guru mengetahui perbedaan antara prosedur kelas (apa yang guru inginkan contohnya cara masuk kedalam kelas, mendiamkan siswa, bekerja secara bersamaan dan lain-lain ) dan rutinitas kelas (apa yang siswa lakukan secara otomatis misalnya tata cara masuk kelas, pergi ke toilet dan lain-lain). Ingat prosedur kelas bukan peraturan kelas dan ini mungkin akan berbeda antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
3. Ruang kelas dan fasilitasnya
Kebersihan ruangan tempat belajar sangat berpengaruh pada kebiasaan siswa terhadap kepedulian keadaan kelas. Dan ini menuntut guru untuk selalu mengingatkan siswa tentang pentingnya menjaga kebersihan kelas.


KONDISI EMOSIONAL (Dipandang dari sisi guru)
1. Tipe Kepemimpinannya
Seperti apa dan bagaimanakah sikap seorang guru dalam proses pembelajaran dan pengelolaan kelas, yang akhirnya terpola pada benak tiap siswa. Otoriter membuat siswa hanya akan aktif kalau ada guru sedangkan kalau tidak ada maka tidak akan aktif. Demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan antara siswa dan guru. Sikap ini dapat membantu. Menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar mengajar yang optimal. Anda berada pada posisi yang mana?
2. Sikap Guru
Sikap guru menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar dan bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa seburuk apa pun tingkah laku siswa pasti dapat diperbaiki.
3. Suara Guru
Guru mengajar di kelas itu sama halnya dengan penjual jamu di pasar, keduanya menuntut perhatian dari pendengar. Pembeli berdatangan karena karena penjual jamu itu bersuara dengan keras, sebaliknya siswa akan memperhatikan guru jika guru itu bersuara keras, lantang, tetapi tidak berteriak.
4. Pembinaan raport
Pada setiap pembagian buku raport hasil belajar siswa, pemberian komentar yang dituliskan dalam buku raport sangat diharapkan membuat siswa menjadi bergairah dan bersemangat dalam belajar selanjutnya, bukannya menjadikan siswa merasa dihakimi kesalahannya.
5. Kesadaran diri guru
Bahwa guru itu mengemban tugas yang berat harus disadari, yaitu mengajar, mendidik, dan membentuk. Jika ini ada pada setiap guru lalu ditemukan permasalahan yang berhubungan dengan siswa, jadikanlah ini sebuah tantangan untuk diselesaikan dengan baik. Ingat! Permasalahan siswa dapat pula bersumber dari guru yang kurang tepat menerapkan strategi pengelolaan kelas. Jangan merasa pusing dan masa bodoh seperti contoh kasus di atas.
6. Kesadaran diri siswa
Ingat pula bahwa latar belakang, kondisi ekonomi, intelektualitas, dan karakter siswa itu beragam, hal ini jangan sekali-kali disamaratakan karena akan sulit mengatasinya jika muncul masalah pada diri siswa. Sebagian dari mereka memang sejak dari rumah sudah menyadari bahwa kedatangannya ke sekolah itu untuk belajar (ini terkondisikan oleh keluarga), tetapi ada pula yang belum menyadari pentingnya belajar (sekolah hanya digunakan untuk sekedar mengisi waktu saja) dan menjadi tugas guru untuk menanamkan kesadaran belajar itu.
7. Ketulusan Guru
Tulus dapat dimaknai sebagai kesungguhan hati, tidak dalam kepura-puraan. Ketulusan hati guru merupakan kesungguhan hati dalam dedikasinya mengemban misi pendidikan mengajar, mendidik, dan membentuk siswa seutuhnya.
8. Kepedulian Guru
Tanamkan pada diri anda kepedulian terhadap permasalahan yang ada pada diri siswa. Sekecil apa pun masalah yang ada memerlukan andilnya tanggung jawab guru untuk membantu menemukan jalan keluarnya.
9. Dari Hati ke Hati
Mengajak siswa untuk berbicara, mengapa ia melakukan pelanggaran ketertiban dan ketentuan sekolah, kemudian memberikan masukan kepada siswa apa yang sebaiknya dilakukan. Jika perlu ajak siswa untuk berbicara empat mata.
10. Mengasihi
Karena hubungan emosional guru dan siswa dimana siswa merupakan sosok yang menjadi objek pembentukan diri dari segi intelektualitas serta karakter sedangkan guru adalah pembentuknya, maka sudah sewajarnya jika kita mengasihi mereka. Karena bagaimanapun juga antipati terhadap siswa akan menghambat guru dalam menjalankan misi pembelajaran.
Tentunya selain hal-hal di atas para guru juga mempunyai cara-cara lain sehubungan dengan bagaimana mengelola kelas dan bagaimana mengelola perencanaan pembelajaran.
Sehingga pada akhirnya nanti tidak lagi kita dengar keluhan guru tentang siswa bandel, malas, tak mengerjakan tugas, sering terlambat, sengaja melanggar tata tertib sekolah, dan permasalahan siswa yang lain. Yang ada hanyalah senyuman guru yang merasa bangga karena siswanya berprestasi dengan karakter yang layak dipuji.

Selasa, 19 Mei 2009

BERTAHAN
Kembali napas ini menghampiri
dalam tiga ,dua, satu ketukan
tarikannya kuat agar hati mampu bicara
desahnya menggemakan nyanyian iba
meski waktu ditunggu
tak kunjung tiba


Kembali udara mencoba temukan
bilik penyekat rongga dada
tak berasa
tak beraroma
tak bertenaga
terdampar tepat di tengah
hamparan kerisauan
menawar gelisah
menakar kedamaian


Kembali udara yang melintas
laksana rampak tarian
dipaksakan masuk menyesakkan
agar hidup dan bertahan
antara ketulusan dan kerinduan
yang berhimpitan
dan serta merta. . .
sepuluh tangan menggapai-gapai
pada cerita membumbung angan tak tercapai
empat pasang masih tampak halus
sepasang lemah bertanda luka
tampak sisa kelembutannya
sisakan beribu harapan


Surabaya, 19 Mei 2009