Senin, 24 November 2008

MARI MENGENAL YANG BENAR

Kawan pengguna bahasa Indonesia, berikut ini adalah daftar kata tidak baku dan kata baku dalam bahasa Indonesia, semoga banyak berguna. Mari kita perbaiki kekurangan kita terhadap penggunaan bahasa sebagai tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa nasional Indonesia warisan budaya bangsa.

KATA BAKU BAHASA INDONESIA
Kata baku dalam bahasa Indonesia seringkali salah dalam pengucapan maupun penulisan. ini Daftar kata baku berikut ini disusun menurut urutan abjad. Kata pertama adalah kata baku menurut KBBI (kecuali ada keterangan lain) dan dianjurkan digunakan, sedangkan kata-kata selanjutnya adalah variasi ejaan lain yang kadang-kadang juga digunakan.
BAKU TIDAK BAKU
  1. aktif, aktip
  2. aktivitas, aktifitas
  3. al Quran, alquran
  4. analisis, analisa
  5. Anda, anda
  6. apotek, apotik (ingat:apoteker, bukan apotiker)
  7. asas, azas
  8. atlet, atlit (ingat: atletik, bukan atlitik)
  9. bus, bis
  10. besok, esok
  11. diagnosis, diagnosa
  12. ekstrem, ekstrim
  13. embus, hembus
  14. Februari, Pebruari
  15. frekuensi, frekwensi
  16. foto, Photo
  17. gladi, geladi
  18. hierarki, hirarki
  19. hipnosis (nomina), menghipnosis (verba), hipnotis (adjektiva)
  20. ibu kota, ibukota
  21. ijazah, ijasah
  22. imbau, himbau
  23. indera, indra
  24. indragiri, inderagiri
  25. istri, isteri
  26. izin, ijin
  27. jadwal, jadual
  28. jenderal, jendral
  29. Jumat, Jum'at
  30. kanker, kangker
  31. karier, karir
  32. Katolik, Katholik
  33. kendaraan, kenderaan
  1. komoditi, komoditas
  2. komplet, komplit
  3. konkret, konkrit, kongkrit
  4. kosa kata, kosakata
  5. kualitas, kwalitas, kwalitet
  6. kuantitas, kwantitas
  7. kuitansi, kwitansi
  8. kuno, kuna
  9. lokakarya, loka karya
  10. maaf, ma'af
  11. makhluk, mahluk, mahkluk (salah satu yang paling sering salah)
  12. mazhab, mahzab
  13. metode, metoda
  14. mungkir, pungkir (Ingat!)
  15. nakhoda, nahkoda, nakoda
  16. narasumber, nara sumber
  17. nasihat, nasehat
  18. negatif, negatip
  19. November , Nopember
  20. objek, obyek
  21. objektif, obyektif/p
  22. olahraga, olah raga
  23. orang tua, orangtua
  24. paham, faham
  25. persen, prosen
  26. pelepasan, penglepasan
  27. penglihatan, pelihatan; pengecualian
  28. permukiman, pemukiman
  29. perumahan, pengrumahan; baik untuk arti housing maupun PHK
  30. pikir, fikir
  31. Prancis, Perancis
  32. praktik, praktek ( praktikum, bukan praktekum)
  33. provinsi, propinsi
  34. putra, putera
  35. putri, puteri
  36. realitas, realita
  37. risiko, resiko
  38. saksama, seksama
  39. samudra, samudera
  1. sangsi (=ragu-ragu), sanksi (=konsekuensi atas perilaku yang tidak benar, salah)
  2. saraf, syaraf
  3. sarat (=penuh), syarat (=kondisi yang harus dipenuhi)
  4. sekretaris, sekertaris
  5. sekuriti, sekuritas
  6. segitiga, segi tiga
  7. selebritas, selebriti
  8. sepak bola, sepakbola
  9. silakan, silahkan (Ingat!)
  10. sintesis, sintesa
  11. sistem, sistim
  12. sorga, surga, syurga
  13. subjek, subyek
  14. subjektif, subyektif/p
  15. Sumatra, Sumatera
  16. standar, standard
  17. standardisasi, standarisasi
  18. tanda tangan, tandatangan
  19. tahta, takhta
  20. teknik , tehnik
  21. telepon, tel(f/p)on, telefon, tilpon
  22. teoretis, teoritis
  23. terampil, trampil
  24. ubah (=mengganti), rubah (=serigala) -- sepertinya kedua-duanya berlaku
  25. utang, hutang (Ingat: piutang, bukan pihutang)
  26. wali kota, walikota
  27. Yogyakarta, Jogjakarta
  28. zaman, jaman

Kamis, 23 Oktober 2008

Kumpulan Puisi

ANAK-ANAKKU YANG MENUNGGU

Tangan-tangan mungil mereka
berjajar di tepi bibir teras
dan mulut-mulut kecil itu
selalu bersenandung
nyanyian yang tak pernah
jelas nada dan katanya

Yang ada
hanya harapan tulus
dalam hati mereka
“Kapan bapak pulang?”

dan mulut tulus kecil itu
akan menumpahkan kerinduannya
lewat tangan kecil mereka pula

dagu mereka belepotan
bekas minyak
dari makanan kampung
yang digoreng ibunya
dan sisa es krim kampung
yang dijaja keliling

Lama wajah-wajah itu
berharap
tapi sang bapak
tak juga tampak
hingga larut

Esoknya akan tetap seperti itu
sampai yang ditunggu
datang memecah haru
(Surabaya, 18 Oktober 2008)


MATI RASA

Aku merasa kehilangan rupaku
tak lagi diriku yang dulu
Air tak lagi tampak rasa
Suara tak lagi
memekakkan telinga
Tak ada lagi warna dalam kepala
Tak lagi panas yang melepuhkan
Tak lagi dingin yang membekukan
Tak lagi iba mengharukan
karena aku
Mati rasa
(Surabaya, 18 Oktober 2008)


KEBOSANAN 1

Mereka tahu ketika hati mereka tak menebarkan aroma
agar setiap mata mampu membagi sudutnya
lantas beralih pandangan sampai semua jelas terlihat
terbaca meski tak tampak tak berupa

Mereka tahu hatinya tersimpul tali
yang tidak mudah dilepaskan
hingga penat memenuhi tiap lorong sanubari
Simpul yang ujungnya tak mungkin ditemukan
apalagi terurai lepas

Karena meski kami tahu
untuk saat ini terlalu berat
untuk menghindar dan berlari
(Surabaya, 18 Oktober 2008)



KEBOSANAN 2

Yang berkali-kali
semakin dilakukan
yang ini berulang kali
lagi dan lagi
semakin lagi
tak berarti
dan menjadi mati

(Surabaya, 18 Oktober 2008)


MERASA HIDUP

Setiap datang masa angka akhir tanggal
Tarikan napas pun tak lagi terengah
Bahkan tak ada tanda bersuara
Tak dihembus
Jiwa mengejan membisikkan
Tahan. . . .
Keringat memaksa agar tetap menyusuri
Tiap lorong pori-pori
Menjalar dalam perut yang terulur
Saat mata penerang hari terkubur
Dan nasi berasa bubur

Harapan agar mulai hitungan baru
Segera datang berusaha memeluk
Napas aroma pengap terasa
Mulai teratur
Menjadi hidup
Dalam udara yang belum terhirup

(Surabaya, 22 Oktober 2008)

JUGA AKAN SEPERTIKU
( surat untuk anak-anakku)
 Kamu tak perlu tahu anak-anakku
Mengapa kerut di dahi ayahmu ini
Bertambah sebaris setiap hari

Kamu tak perlu melihat anak-anakku
Mengapa wajah ayah tak lagi cerah

Kamu tak perlu heran anak-anakku
Mengapa ibu bangun paling pagi
Dan tidur kembali saat hening sunyi

Kamu tak perlu bertanya anak-anakku
Mengapa tiada habis beras ibu

Nikmati saja anakku, jalani. . . .
Satu harapan kami
Tunjukkan
Jika suatu saat nanti
Jiwamu telah memahami
Segera ceritakan pula
Pada cucu-cucuku

(Surabaya, 22 Oktober 2008)

DALAM PUTIHMU

Aku mencoba berputar-putar
Merangkai bunga kata merajut risau
Untuk kusematkan di rambutmu
Yang kadang tak benar nyata
Tak benar warna
Memenuhi hasrat tak bertemu arti

Aku mencoba berlari-lari
Menyiram asa membasah nadi
Untuk menyegarkan jemari
Yang kuyu tak berpori
Agar tak mati

Kutarik mencoba menghardik
Kuku panjangku melukai kulitmu
Tapi darah tak menetes merah
Tapi luka enggan membuka

Aku malah takut
Jika engkau tak lagi punya jiwa
Karena akan sia-sia
Gemeretak gigi-gigi
Di setiap pagi

(Surabaya, 23 Oktober 2008

KEINGINAN
Ingin sekali geram ini
Segera saja
Meludahi jiwa mereka
Biar makna hidup ini berarti
Segera memahami
Sendiri
Sebagai tanda bagi mata
Dan hati
Bahwa hidup ini bertabur makna

Segera poleskan pada jiwanya
Harumnya rempah yang beraroma
Nian tercium oleh indera
Dan tersebar pada tapak-tapak
Dalam setiap jejak

Kelak jiwa nan penuh
Rempah aroma nan menyebar
Mampu berdiri tegak
Membatu
Dan keras

Senin, 01 September 2008

Mengoptimalkan Waktu Pembelajaran di Perpustakaan

Pernahkah anda (guru) memindahkan proses pembelajaran siswa ke perpustakaan? Apakah anda sudah menyiapkan strategi agar pembelajaran itu mencapai tujuannya? Dan apakah para siswa lebih terfokus belajarnya?

Coba kita renungkan ilustrasi berikut ini, "Seorang penggembala itik membawa 200 itiknya ke bencahan sawah yang baru saja di panen menjelang musim tanam. Di tempat paling nyaman bagi para itik itu, mereka tersebar tanpa menghiraukan lagi gembala yang berlari-lari menghardiknya karena para itik semakin menjauh dari pantauannya.

Ri...ri...ri...ri, panggil gembala agar itik piarannya mau mendekat. Tapi para itik tetap saja asyik melahap makanan yang dijumpainya, tanpa mengindahkan panggilan si gembala, mereka kian jauh dan semakin jauh dari jangkauan si gembala.

Seandainya, sejak semula si gembala merencanakan penggembalannya dengan baik, mencari tempat yang baik, dan tdak malas untuk berlari mengejar itik yang menjauh tentu tak akan ada itik yang tersesat dan bahkan mati"

Ilustrasi di atas menggambarkan betapa pentingnya perencanaan pembelajaran bagi guru, siswa, dan kelas ajar dalam rangka pencapaian tujuan belajar.

Merencanakan proses pembelajaran bukan hal baru bagi guru, karena setiap guru tahu bahwa keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh perencanaan guru itu sendiri.

Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi yang baik agar sasaran dan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan tercapai.

Membawa siswa belajar di perpustakaan berarti mengarahkan siswa untuk menjelajah pustaka (buku, internet, surat kabar, majalah, dan sumber lain) secara mandiri, dan siswa hanya mengandalkan petunjuk awal dari gurunya di kelas sebelumnya.



APA YANG HARUS DILAKUKAN ?

Saat para siswa menjelajahi dunia pustaka dengan berbagai pilihannya, apa yang sebaiknya dilakukan guru saat itu ?Duduk terdiam, berjalan berputar, ngobrol dengan pustakawannya, sibuk membaca buku, sibuk membaca koran, atau bahkan menjauh dari para siswa yang sedang mengerjakan tugasnya?

Jika demikian halnya yang dilakukan guru, tidak ubahnya seperti ilustrasi itik dan gembalanya di atas. Suasana jadi kacau, tak terkendali, tidak punya arah, bahkan mengganggu kenyamanan pengunjung perpustakaan yang lain, dan jauh dari hasil yang diharapkan.

Akan lebih terkelola kelasnya jika :
- Guru berperan aktif mendampingi, membimbing, dan mengarahkan para siswa dalam penjelajahannya itu agar hasil pekerjaan siswa maksimal.
- Guru perlu mengontrol kegiatan siswa satu per satu serta memberikan pengarahan yang
berhubungan dengan tugas yang diberikannya.
- Guru harus menegur siswa yang tidak menggunakan waktu di perpustakaan dengan baik,
terlebih kepada mereka yang hanya berbicara dengan temannya.
- Guru dan siswa harus bertanggung jawab terhadap peraturan yang berlaku di perpustakaan,
baik penggunaan maupun peminjaman buku.
- Guru dan siswa ikut menjaga kondusifitas belajar di perpustakaan karena ada pengunjung lain
yang sama hak dan kewajibannya.

Untuk itu, perencanaan pembelajaran perlu disiapkan sebelum kita (guru) membawa siswa belajar di perpustakaan, yaitu :
- Kompetensi dasar yang akan dicapai berdasarkan silabus pembelajaran harus jelas.
- Menyiapkan RPP yang mendukung proses pembelajaran.
- Menyampaikan tugas kepada siswa sesuai materinya dengan arah dan hasil yang jelas, hingga siswa tidak bertanya lagi saat di perpustakaan. (Tugas yang diberikan hendaknya memenuhi waktu yang telah ditetapkan)
- Mengingatkan kepada siswa tentang tata tertib perpustakaan.
Dengan demikian proses pembelajaran di perpustakaan dapat optimal baik dari waktu yang tersedia maupun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dengan tetap memperhatikan keheningan suasana perpustakaan.

Rabu, 28 Mei 2008

Sebuah Tantangan Bagi Semua Guru Bahasa Indonesia

Seperti kita ketahui (tentunya bagi anda yang berprofesi guru Bahasa Indonesia di sekolah, bukan pengajar bahasa Indonesia bagi orang asing), salah satu standar kompetensi Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan. Namun, sadar atau tidak sadar, ada guru Bahasa Indonesia yang justru tidak menggunakannya dengan benar dan baik. Mereka berkomunikasi di lingkungan kerja (sekolah) dengan bahasa kacau, baik dari segi pilihan kata, tata bahasa, maupun kacau dalam situasi penggunaannya. Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada anak didik dalam pemahaman konsep berbahasa Indonesia yang ditanamkan guru di kelas.
Hal di atas menyebabkan kegagalan pengajaran bahasa Indonesia, sehingga muncul opini bahwa "bahasa Indonesia hanya penting pada saat diperlukan saja" misalnya saat membuat karya tulis (karena harus benar pungtuasinya), membuat surat dinas, menulis lamaran pekerjaan, dan hal lain di mana bahasa Indonesia yang benar dirasa perlu digunakan.
Berbahasa Indonesia yang bertanggung jawab, selama ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang memahami dan menghargai "bahasa sebagai budaya dan jatidiri bangsa"
Dalam diri pengguna bahasa Indonesia belum tertanamkan rasa "menjunjung tinggi bahasa persatuan dan bahasa negara" karena krisis nasionalisme.
Kalau tidak dimulai dari diri kita sendiri sebagai guru bahasa Indonesia, lalu bagaimanakah dengan anak didik kita? Mari kita memberi contoh pada orang-orang di sekitar kita, berkominukasi yang benar dalam bahasa Indonesia.