Rabu, 29 Oktober 2014

MUSIKALISASI PUISI "MASIH ADA WARNA PELANGI"

Dipentaskan pada Parents Teachers Meeting



MUSIKALISASI PUISI TEATRIKAL
Masih Ada Warna Pelangi
Dipentaskan oleh Teater Se-CHarik  (CITA HATI SENIOR SCHOOL WEST CAMPUS)
Sutradara : Bams Mbogo
Diawali pemutaran video :

Prolog: Natalia Galuh
Ribuan pulau ini /masih negeri yang membuat nyaman sang pelangi /untuk tetap singgah dan menghampiri/ sehabis hujan pertama di akhir kemarau/ negeri yang masih kukuh menyimpan sejuk /dari awal matahari mengintip hingga pekat malam/ negeri yang sesungguhnya /bukan negeri penjual  tetes embun tiap dini hari.// Negeriku/negeri beragam warna/ yang saling melengkapi/ kekuatan negeriku ada dalam aneka ragam itu…//
Kami tak rela/ lunturnya warna pelangi/ terjadi oleh tangan saudara-saudaraku sendiri// Kami tak mau/ warna pelangi meninggalkan kami…//

(Musik gamelan mengiringi akhir prolog…dengan menghentak)

BABAK I
(Panggung berlatar belakang hijaunya bentang sawah dan hijaunya pepohonan yang menggambarkan keelokan bumi pertiwi Indonesia)

Slide/video “keindahan alam Indonesia dan pencaran pelangi” (Mr. Armand)

Sayup tetapi jelas,  terdengar lagu/band …………………………(dipersiapkan Mr. Sam) gambaran kebanggan terhadap tanah air negeri tercinta

Dimainkan semua peserta ekskur Teater:
(Tanpa percakapan..masuk ke pangung tak beraturan) Beberapa orang berpakaian berbagai daerah, etnis, budaya, dan masyarakat Indonesia lalu lalang, saling sapa, saling menolong, saling memberi hormat, terdengar pula gurau canda antara mereka, dan menari-nari gambaran keragaman keramahan dan keindahan  negeri Indonesia.

Slde / video “keragaman indonesia” (Mr. Armand)

(Masuk pada bagian akhir lagu………………….).Bunyi2an dari alat musik tradisional (suling mendominasi, gamelan, bongo, dan biola berkolaborasi secara teatrikal) makin melambat dan tetap mengiringi pembacaan puisi…..

Dibacakan : Charisa (8B)
Aku hidup di negeri bekas lautan abu
Berlantai serpihan selongsong peluru
tiangnya puing-puing tangisan  ibu pertiwi
Kawanku  jasad-jasad  penebus belengguku

jalinan keharmonisan tak terpisahkan antara kami
Tak ada kerelaan membiarkan kesucian terambil lagi
Saat saling berpegang erat tangan dan hati kami
Menghormati dan mengubur jasad pendahuluku pada abu
Menggantikannya dengan bunga aneka rupa
Hingga sang pelangi kembali menghampiri
Wajah ronanya berseri silang indah warna-warni

Dibacakan : Jocelyn (9)
Kelak..kelak tunasnya memenuhi persada insani
Sampai hijaunya menyamarkan padang abu
Kerasnya ranting menyatukan serpihan kami
Wanginya bebauan tiap kelopak kuncup bunga
Mengharumkan kembali janji-janji
Yang terlanjur pernah diucapkannya

Dan kekarnya akar mengikat pilar
Memperkokoh ikatan tali dalam tiap nurani kami
Jiwa-jiwa penerima harta warisan para tetua
Peninggalan leluhur bagi anak negeri
Malah semakin mempercantik wajah pertiwi

Dan . . . . .
Pada gunung yang menjulang menikam awan
Yang ujungnya menusuk kulit ari langit
Pada samudera yang tak tampak batas luasnya
Lembah ngarai yang curamnya merobek perut bumi
Meninggalkan bekas luka sayatan panjang
Sepanjang sungai-sungaiku yang menjadi harapan
si keriting, si pirang, dan si ikal
si sawo matang, si mata sipit, dan si hitam kulit
mereka tak dibedakan rasa asin dan hambar
keharmonisan terlanjur kami semaikan
dan besarnya harapan ini kutaburkan
sampai pelosok negeri

Masih dengan keriuhan suasana keramahan masyarakat (petani membawa hasil panen, anak-anak  sedang bermain, perempuan menampi beras , gembala dengan ternaknya, anak berangkat sekolah, karyawan ke kantor dan aktifitas lain)

Slide / video masih berjalan. (Mr. Armand)

(Gamelan dibunyikan secara ritmis….)

Tiba-tiba kegelapan datang (bersamaan pengaturan lampu warna-warni… panggung didominasi warna merah ( musik mengambarkan keadaan chaos : diaransir oleh Mr. Sam)

(Pemeran : Bp. Sapto :“Si perusak” datang terbahak-bahak, menari dan mencoba memporakporandakan keragaman Indonesia. Gerakan teatrikal  menarik dan mencoba membawa salah seorang…tetapi orang itu berusaha untuk lepas)

Slide / video “peristiwa kerusuhan” (Mr. Armand)

(kolaborasi tetabuhan gamelan dan bongo mr. Samuel)

(Bunyi gamelan ritmis semakin keras……mengiringi keberingasan  si perusak keragaman….)
 Pembaca puisi dibawa dengan paksa oleh si perusak keragaman…
Orang-orang menjerit-jerit mencoba menolong, mengejar…..tapi tak berhasil

Semua musik serta lampu berhenti dan mati serentak….bersamaan bunyi chinesse gong…

==========--------------==========

BABAK II
Sesaat suasana panggung gelap sunyi….yang terdengar hanya suara senandung suling bambu

Beberapa perempuan berpakaian wanita pedesaan dengan ekspresi kepedihan  membacakan puisi…(sambil membawa lampu tempel minyak berjalan teatrikal lalu meletakkannya di atas meja..suara suling tetap mengalun sendu..hingga pembacaan puisi selesai)
(Organ Suling = Mr. Samuel)

Semua lampu mati (remang-remang)

Video /slide : LIlin / lampu minyak yang menyala (Mr. Armand)

Dibacakan Hanna (8A)
Ya…keragaman warna pelangi ini memang milik kami
Bukan… dan tidak bagi mereka !
Yang tak menghargai bahkan tega
menggorok leher kemajemukan lantas menjual kami
penuh kepura-puraan dan tanpa rasa belas kasihan

Keragaman ini memang bukan karya kami  
Ini peninggalan…saudaraku! Ini warisan!
Ini titipan anak cucu..
Kemana lagi mereka akan menebarkan senyum…
Di mana lagi ada tempat bagi mereka berbagi rasa..
Jika setiap sudut jiwa bangsa ini
Terbius kemurkaan dan nafsu kekuasaan

Dibacakan: Livia (8B)
kami tak ingin harus berbagi kesantunan keramahan
 saling sapa dan hormat dengan bersembunyi
Anak cucu akan menangis tanpa setetespun airmata
Bahkan janin di rahim para ibu..
Menendang-nendang dinding perut emaknya
Seolah tak rela keragaman dan kebersamaan yang dititipkannya
Tercabik-cabik kemurkaan
Dibacakan : Nushin (8B)

Kami dalam keremangan cahayanya
Karena mereka mencuri kebahagiaan
dengan mencoba mengantikan warna pelangi
agar menjadi kusam tak menarik lagi
siapapun orangnya yang punya hati  
mengatakan itu lambang kemalasan akal budi
Itu bentuk kelicikan menutupi kemurkaan

Kami hanya minta pada bapak..ibu…
Dan engkau…!hey….! temanku yang disudut sana!
Karena engkaupun bagian dari keragaman itu
Bantulah kami memegang dua ujung kutub pelangi
Agar warnanya semakin menyilaukan mata dunia

Menjelang akhir pembacaan puisi, pembaca mengangkat lampu tempel dan membawanya kembali keluar panggung)

Lagu /Band………………………………………. (dipersiapkan Mr. Sam) selesai lagu, lampu panggung kembali gelap remang

(Suara Gamelan keras mengecil pelan bersamaan permainan biola yang mengalun pelan….)
Empat  pemain memperagakan gerak teatrikal diiringi pukulan ritmis bongo.( mereka ketakutan, mereka cemas, mereka mencoba menyelamatkan diri, mereka mencoba berlari melepaskan diri)

Dibacakan : Monica (8B)
Lihatlah mereka…justru ketakutan dan kecemasan
Ada di setiap jiwa mereka…orang yang selama ini
kita anggap ada di tepi
Dialah sebenarnya pemilik warna pelangi itu
Mereka tak lagi mengukur aku ini apa dan siapa
Yang mereka punyai hanya rasa tidak rela
Tanpa mampu berbuat apa-apa
Ketika melihat keserakahan berebut indahnya warna warni pelangi
Yang tanpa kita sadari
sebenarnya kita sendiri telah ikut mengerat
keberagaman warna pelangi itu

(Suasana panggung kembali terang redup…diiringi alunan biola) Seseorang menampilkan monolog masuk pangung: geleng-geleng kepala keheranan..mengangguk-anggukkan kepala, (ekspresif bercerita…)


MONOLOG: (Pembaca 1)
“30 tahun yang lalu, dikotaku, si pengumbar angkara murka  menyuruh semua penduduk mengecat rumahnya,pagarnya,gentingnya..dengan warna kuning. Kalau tidak mau, jangan harap mereka mendapatkan kemudahan. Eh..eh..kawan, saudara, pak, bu….coba bayangkan kira-kira nyaman tidak di mata? Bangun tidur yang dilihat kuning.. mau ke kantor yang dilihat kuning.. berangkat dan pulang sekolah yang dilihat kuning.. ketika ngapeli pacar..wajah pacarku kuning…Sungguh…sungguh bukan suasana yang nyaman untuk menikmati hidup saat itu. ( sambil terus berekspresi bingung..jengkel..sesekali waktu geleng-geleng kepala..mengelus dada….)

(Calvin 11 IPS) (Pembaca 2)
Sebenarnya kita ini hidup di negeri banyak warna..banyak ragam..banyak budaya…yang menjadi rangkaian keragaman yang indah..duniapun mengakui itu…..aku heran mengapa ada yang mencoba mengubah warnanya..mengapa ada yang berubah tadinya beradab jadi biadab (menangis)…mencoba merusak keragaman kami…. Mengapa selalu ada yang menginginkan pelangi di taman anak-anakku tak berwarna lagi……” (Sambil berekspresi sedih…sambil terisak menangis meninggalkan panggung)

(Sementara Mr. Adien tetap di pangung..ekspresi kecewa krn ditinggalkan temannya)

(Dari tengah-tengah penonton, seorang gadis muncul teatrikal dengan yang di atas panggung…sambil berjalan menghampiri si monolog)

Dibacakan oleh : Agnes (10):  Kawanku…akulah pelangi negeri ini (pada akhir kalimat suara musik pengiring menghentak..)

Pembaca 1 monolog bertanya : ( Kaget..heran…)Hey..benarkah itu?
Jawab:
Ya..aku pun ingin bertegur sapa, berbalas salam dan senyum, bergurau canda tanpa harus bersembunyi…aku akan tebarkan    aneka warna-warnaku sebelum datangnya kemurkaan itu.
 (Pembaca monolog berjalan menghampiri dan bersamaan ke luar panggung….)

Masih sayup terdengar bunyi  gamelan..pelan lama-lama menghilang..

Lagu / Band . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(dipersiapkan Mr. Sam)

(Diringi tiupan seruling …) Pembaca puisi berjalan ekspresif teatrikal..dari arah penonton ke panggung membacakan puisi……. Dibacakan oleh: (9) Monica (8B)

Kerinduan kami saat ini
Bisa segera menghentikan rintik gerimis sore hari
Agar segera si pelangi berani menunjukan warna
Dari persembunyian di punggung bukit
Lantas embun pun bergegas menopang erat kakinya
Biar bertahan tak segera menghilang meninggalkan kami
Terbujuk rayuan bergantinya waktu menjadi petang

(Suara gender gamelan dan bongo dengan ritmis masuk mengiringi pembacaan puisi…suara suling perlahan menghilang..)

Dibacakan oleh : Michael Tomothy (9)
Jika mau, Kita kuat dahsyat berlipat-lipat
Bukan sekedar kekuatan untuk mengakui
Tapi kekuatan untuk menolak menerima
Menolak angkara dari dalam hati sendiri
            Menerima kenyataan bahwa kita banyak warna

Jika tiap warna yang ada peduli dan rekat
Akan semakin terang warna kemilaunya
Dan itu menjadi jati diri negeri ini

Kembali si perusak keragaman tertawa terbahak-bahak…mencoba merusak keindahan keragaman Indonesia….(dalam iringan bongo dan gender gamelan..yang semakin mengeras)

Slide / video “situasi kekacauan” ditayangkan (Mr Armand)

Beberapa pemain mencoba melawan dan melemparkan si perusak keragaman …..(saat melempar bersamaan dengan bunyi chinesse gong) dan akhirnya berhasil.

Semua musik berhenti…lampu meredup…alunan lembut biola mulai terdengar……

(diiringi alunan  suara biola oleh Michelle Nathasa Devi…)

Dibacakan oleh :  Gary (9)
Tuhan..doaku bukan doa metamorfosa
laksana ulat kepompong dan kupu-kupu
Yang hanya berputar-putar kembali ke asal
Tak pernah jelas hanya ada keluh kesah dan kesal

Tuhan..doaku bukan kepenatan
Yang hanya aku ucapkan kala aku tak punya cara
Aku mengetuk pintu rumahMU karena aku pengadu
Tuhan intiplah saja kami dari balik tirai jendelaMu

Dibacakan oleh : Grace (10)

Aku ingin Engkau menyentuh tiap hati kami
Aku ingin Engkau tersenyum melihat arifnya negeri
Tak berpaling selepas detak awal jarum penunjuk waktu
Hingga air lautan memenuhi bumiku saat tutup buku

Tuhan aku ingin Engkau singgah di negeri kami
Bercengkerama denganku menghabiskan redupnya hari
duduk bersamaku di hamparan rumput tanpa sisi
dengan teh penghangat buatan ibuku
dan bersama kita menikmati pelangi

Terima kasih Tuhan Bapaku, doaku Engkau kabulkan

(Slide keindahan alam Indonesia berlatar pelangi di langit kembali ditayangkan….) (Mr. Armand)

Seluruh  pemain dengan warna-warni pakaian meggambarkan keragaman suku dan budaya
masuk ke panggung dengan ekspresif menunjukkan  keheranan memandang keindahan keragaman bumi Indonesia.(Melihat tayangan slide…dengan gerak teatrikal dan ikut menyanyikan lagu….)

(musik gamelan ikut berkolaborasi masuk dan mengalun perlahan..semakin mengeras…kemudian pelan dan menghilang….) bersamaan nyanyian lagu / band……………………………………………(dipersiapkan Mr. Sam)

Pada akhir nyanyian….dibacakan epilog :
Dua orang membawa kain kotak-kotak Bali dibentangan untuk menutupi dalang saat masuk panggung… berhenti di tengah dan tetap membentangkan dengan menggerakkan kain.
Disampaikan dalam kemasan penampilan dalang memainkan  wayang Bethara Guru.. menyampaikan epilog diringi alat musik bongo, gamelan…(Wajah dalang tidak tampak)

Epilog (Dalang): Bams
“Setiap hari yang kita lalui / memiliki pahala sendiri  / dan tantangan yang unik.//
Tak satu dari kita /  yang memiliki khawatir atau tanggung jawab yang sama / karena kehidupan ini / terbentuk disekeliling setiap kita sebagai individu//
Kita hanya perlu mengingat  / bahwa kita menciptakan dunia kita sendiri//
Siapa kita  / dan cara kita bertindak  / adalah bagaimana kita mengendalikan hidup//
Ada peluang yang tak ada habisnya bagi kita  / untuk menata kembali kehidupan / hari ke hari yang diberikan Tuhan kepada kita//
Terserah….terserah manusia dan masing-masing kita / untuk mengambil keputusan / jalan mana yang akan kita tempuh/ seberapa jauh /  atau seberapa cepatnya kita menjalani hidup ini  / atau…./ bahkan mengabdi pada kemurkaan  / yang akhirnya membinasakan…/ adalah pilihan-pilihan  / yang harus kita tentukan sendiri”.
Bertahanlah../ bertahanlah../ bertahanlah pada keragamanmu/ …nikmatilah pelangimu//

Kain panjang menutupi mundurnya dalang dari panggung.(Suara gamelan dan bongo semakin mengeras dan berhenti serempak.. saat dalang dan pembawa kain sampai balik panggung).

Bersamaan Slide/Video : keadaan alam dengan pancaran pelangi. (mr. Armand)

Lampu panggung kembali terang benderang…..Pementasan selesai.

=============