MUSIKALISASI
PUISI TEATRIKAL
“Masih Ada
Warna Pelangi ”
Dipentaskan
oleh Teater Se-CHarik (CITA HATI SENIOR SCHOOL WEST CAMPUS)
Sutradara : Bams Mbogo
Diawali pemutaran video :
Prolog: Natalia
Galuh
Ribuan pulau ini /masih negeri yang membuat
nyaman sang pelangi /untuk tetap singgah dan menghampiri/ sehabis hujan pertama
di akhir kemarau/ negeri yang masih kukuh menyimpan sejuk /dari awal matahari mengintip
hingga pekat malam/ negeri yang sesungguhnya /bukan negeri penjual tetes embun tiap dini hari.// Negeriku/negeri
beragam warna/ yang saling melengkapi/ kekuatan negeriku ada dalam aneka ragam
itu…//
Kami tak rela/ lunturnya warna pelangi/
terjadi oleh tangan saudara-saudaraku sendiri// Kami tak mau/ warna pelangi
meninggalkan kami…//
(Musik gamelan mengiringi akhir prolog…dengan menghentak)
BABAK I
(Panggung berlatar belakang hijaunya bentang sawah dan hijaunya
pepohonan yang menggambarkan keelokan bumi pertiwi Indonesia)
Slide/video “keindahan alam Indonesia dan pencaran
pelangi” (Mr. Armand)
Sayup tetapi
jelas, terdengar lagu/band
…………………………(dipersiapkan Mr. Sam) gambaran kebanggan terhadap tanah air negeri
tercinta
Dimainkan
semua peserta ekskur Teater:
(Tanpa percakapan..masuk ke pangung tak beraturan) Beberapa
orang berpakaian berbagai daerah, etnis, budaya, dan masyarakat Indonesia lalu
lalang, saling sapa, saling menolong, saling memberi hormat, terdengar pula
gurau canda antara mereka, dan menari-nari gambaran keragaman keramahan dan
keindahan negeri Indonesia.
Slde / video “keragaman indonesia” (Mr. Armand)
(Masuk pada bagian akhir
lagu………………….).Bunyi2an dari alat musik tradisional (suling mendominasi,
gamelan, bongo, dan biola berkolaborasi secara teatrikal)
makin melambat dan tetap mengiringi pembacaan puisi…..
Dibacakan : Charisa (8B)
Aku hidup di negeri
bekas lautan abu
Berlantai serpihan
selongsong peluru
tiangnya
puing-puing tangisan ibu pertiwi
Kawanku jasad-jasad penebus belengguku
jalinan keharmonisan
tak terpisahkan antara kami
Tak ada kerelaan membiarkan
kesucian terambil lagi
Saat saling
berpegang erat tangan dan hati kami
Menghormati dan mengubur jasad pendahuluku pada abu
Menggantikannya
dengan bunga aneka rupa
Hingga sang pelangi
kembali menghampiri
Wajah ronanya
berseri silang indah warna-warni
Dibacakan : Jocelyn (9)
Kelak..kelak
tunasnya memenuhi persada insani
Sampai
hijaunya menyamarkan padang abu
Kerasnya
ranting menyatukan serpihan kami
Wanginya
bebauan tiap kelopak kuncup bunga
Mengharumkan
kembali janji-janji
Yang
terlanjur pernah diucapkannya
Dan kekarnya
akar mengikat pilar
Memperkokoh
ikatan tali dalam tiap nurani kami
Jiwa-jiwa
penerima harta warisan para tetua
Peninggalan
leluhur bagi anak negeri
Malah
semakin mempercantik wajah pertiwi
Dan . . . . .
Pada gunung
yang menjulang menikam awan
Yang
ujungnya menusuk kulit ari langit
Pada samudera
yang tak tampak batas luasnya
Lembah
ngarai yang curamnya merobek perut bumi
Meninggalkan
bekas luka sayatan panjang
Sepanjang
sungai-sungaiku yang menjadi harapan
si keriting,
si pirang, dan si ikal
si sawo
matang, si mata sipit, dan si hitam kulit
mereka tak
dibedakan rasa asin dan hambar
keharmonisan
terlanjur kami semaikan
dan besarnya
harapan ini kutaburkan
sampai
pelosok negeri
Masih dengan
keriuhan suasana keramahan masyarakat (petani membawa hasil panen, anak-anak sedang bermain, perempuan menampi beras ,
gembala dengan ternaknya, anak berangkat sekolah, karyawan ke kantor dan
aktifitas lain)
Slide / video
masih berjalan. (Mr. Armand)
(Gamelan
dibunyikan secara ritmis….)
Tiba-tiba kegelapan datang
(bersamaan pengaturan lampu warna-warni… panggung didominasi warna merah ( musik mengambarkan keadaan chaos : diaransir oleh Mr.
Sam)
(Pemeran : Bp. Sapto :“Si perusak” datang terbahak-bahak, menari dan
mencoba memporakporandakan keragaman Indonesia. Gerakan teatrikal menarik dan mencoba membawa salah
seorang…tetapi orang itu berusaha untuk lepas)
Slide / video “peristiwa kerusuhan” (Mr. Armand)
(kolaborasi tetabuhan gamelan dan bongo mr. Samuel)
(Bunyi
gamelan ritmis semakin keras……mengiringi keberingasan si perusak keragaman….)
Pembaca puisi dibawa dengan paksa oleh si
perusak keragaman…
Orang-orang menjerit-jerit
mencoba menolong, mengejar…..tapi tak berhasil
Semua musik serta lampu
berhenti dan mati serentak….bersamaan bunyi chinesse gong…
==========--------------==========
BABAK
II
Sesaat
suasana panggung gelap sunyi….yang terdengar hanya suara senandung suling bambu
Beberapa perempuan berpakaian
wanita pedesaan dengan ekspresi kepedihan
membacakan puisi…(sambil membawa lampu tempel
minyak berjalan teatrikal lalu meletakkannya di atas meja..suara suling tetap
mengalun sendu..hingga pembacaan puisi selesai)
(Organ Suling
= Mr. Samuel)
Semua lampu mati
(remang-remang)
Video /slide : LIlin
/ lampu minyak yang menyala (Mr. Armand)
Dibacakan
Hanna (8A)
Ya…keragaman
warna pelangi ini memang milik kami
Bukan… dan
tidak bagi mereka !
Yang tak
menghargai bahkan tega
menggorok
leher kemajemukan lantas menjual kami
penuh
kepura-puraan dan tanpa rasa belas kasihan
Keragaman
ini memang bukan karya kami
Ini
peninggalan…saudaraku! Ini warisan!
Ini titipan
anak cucu..
Kemana lagi
mereka akan menebarkan senyum…
Di mana lagi
ada tempat bagi mereka berbagi rasa..
Jika setiap
sudut jiwa bangsa ini
Terbius
kemurkaan dan nafsu kekuasaan
Dibacakan: Livia
(8B)
kami
tak ingin harus berbagi kesantunan keramahan
saling sapa dan hormat dengan bersembunyi
Anak
cucu akan menangis tanpa setetespun airmata
Bahkan
janin di rahim para ibu..
Menendang-nendang
dinding perut emaknya
Seolah
tak rela keragaman dan kebersamaan yang dititipkannya
Tercabik-cabik
kemurkaan
Dibacakan : Nushin (8B)
Kami dalam
keremangan cahayanya
Karena mereka
mencuri kebahagiaan
dengan
mencoba mengantikan warna pelangi
agar menjadi
kusam tak menarik lagi
siapapun
orangnya yang punya hati
mengatakan itu
lambang kemalasan akal budi
Itu bentuk
kelicikan menutupi kemurkaan
Kami hanya
minta pada bapak..ibu…
Dan
engkau…!hey….! temanku yang disudut sana!
Karena
engkaupun bagian dari keragaman itu
Bantulah
kami memegang dua ujung kutub pelangi
Agar
warnanya semakin menyilaukan mata dunia
Menjelang akhir pembacaan
puisi, pembaca mengangkat lampu tempel dan membawanya kembali keluar panggung)
Lagu /Band………………………………………. (dipersiapkan Mr. Sam) selesai lagu,
lampu panggung kembali gelap remang
(Suara Gamelan keras
mengecil pelan bersamaan permainan biola yang mengalun pelan….)
Empat pemain memperagakan gerak teatrikal diiringi
pukulan ritmis bongo.( mereka ketakutan, mereka cemas, mereka mencoba
menyelamatkan diri, mereka mencoba berlari melepaskan diri)
Dibacakan : Monica (8B)
Lihatlah
mereka…justru ketakutan dan kecemasan
Ada di
setiap jiwa mereka…orang yang selama ini
kita anggap
ada di tepi
Dialah
sebenarnya pemilik warna pelangi itu
Mereka tak
lagi mengukur aku ini apa dan siapa
Yang mereka
punyai hanya rasa tidak rela
Tanpa mampu
berbuat apa-apa
Ketika
melihat keserakahan berebut indahnya warna warni pelangi
Yang tanpa kita
sadari
sebenarnya
kita sendiri telah ikut mengerat
keberagaman
warna pelangi itu
(Suasana
panggung kembali terang redup…diiringi alunan biola) Seseorang menampilkan
monolog masuk pangung: geleng-geleng kepala keheranan..mengangguk-anggukkan
kepala, (ekspresif bercerita…)
MONOLOG:
(Pembaca 1)
“30
tahun yang lalu, dikotaku, si pengumbar angkara murka menyuruh semua penduduk mengecat
rumahnya,pagarnya,gentingnya..dengan warna kuning. Kalau tidak mau, jangan
harap mereka mendapatkan kemudahan. Eh..eh..kawan, saudara, pak, bu….coba
bayangkan kira-kira nyaman tidak di mata? Bangun tidur yang dilihat kuning..
mau ke kantor yang dilihat kuning.. berangkat dan pulang sekolah yang dilihat
kuning.. ketika ngapeli pacar..wajah pacarku kuning…Sungguh…sungguh
bukan suasana yang nyaman untuk menikmati hidup saat itu. ( sambil terus
berekspresi bingung..jengkel..sesekali waktu geleng-geleng kepala..mengelus
dada….)
(Calvin
11 IPS) (Pembaca 2)
Sebenarnya
kita ini hidup di negeri banyak warna..banyak ragam..banyak budaya…yang menjadi
rangkaian keragaman yang indah..duniapun mengakui itu…..aku heran mengapa ada
yang mencoba mengubah warnanya..mengapa ada yang berubah tadinya beradab jadi
biadab (menangis)…mencoba merusak keragaman kami…. Mengapa selalu ada yang
menginginkan pelangi di taman anak-anakku tak berwarna lagi……” (Sambil berekspresi sedih…sambil
terisak menangis meninggalkan panggung)
(Sementara Mr. Adien tetap di
pangung..ekspresi kecewa krn ditinggalkan temannya)
(Dari
tengah-tengah penonton, seorang gadis muncul teatrikal dengan yang di atas
panggung…sambil berjalan menghampiri si monolog)
Dibacakan oleh : Agnes (10): Kawanku…akulah pelangi negeri ini (pada akhir kalimat suara
musik pengiring menghentak..)
Pembaca 1 monolog bertanya :
( Kaget..heran…)Hey..benarkah
itu?
Jawab:
Ya..aku pun ingin bertegur sapa,
berbalas salam dan senyum, bergurau canda tanpa harus bersembunyi…aku akan
tebarkan aneka warna-warnaku sebelum datangnya
kemurkaan itu.
(Pembaca monolog berjalan menghampiri dan bersamaan
ke luar panggung….)
Masih
sayup terdengar bunyi gamelan..pelan
lama-lama menghilang..
Lagu / Band .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(dipersiapkan Mr. Sam)
(Diringi tiupan seruling …)
Pembaca puisi berjalan ekspresif teatrikal..dari arah penonton ke panggung membacakan puisi……. Dibacakan oleh: (9) Monica (8B)
Kerinduan kami saat ini
Bisa segera menghentikan
rintik gerimis sore hari
Agar segera si pelangi
berani menunjukan warna
Dari persembunyian di
punggung bukit
Lantas embun pun bergegas
menopang erat kakinya
Biar bertahan tak segera
menghilang meninggalkan kami
Terbujuk rayuan
bergantinya waktu menjadi petang
(Suara gender gamelan dan
bongo dengan ritmis masuk mengiringi pembacaan puisi…suara suling perlahan
menghilang..)
Dibacakan oleh : Michael Tomothy (9)
Jika mau, Kita kuat
dahsyat berlipat-lipat
Bukan sekedar
kekuatan untuk mengakui
Tapi kekuatan untuk
menolak menerima
Menolak angkara
dari dalam hati sendiri
Menerima kenyataan bahwa kita
banyak warna
Jika tiap warna yang ada peduli dan rekat
Akan semakin terang warna kemilaunya
Dan itu menjadi jati diri negeri ini
Kembali si perusak keragaman
tertawa terbahak-bahak…mencoba merusak keindahan keragaman Indonesia….(dalam
iringan bongo dan gender gamelan..yang semakin mengeras)
Slide / video “situasi
kekacauan” ditayangkan (Mr Armand)
Beberapa pemain mencoba
melawan dan melemparkan si perusak keragaman …..(saat melempar bersamaan dengan
bunyi chinesse gong) dan akhirnya berhasil.
Semua musik berhenti…lampu
meredup…alunan lembut biola mulai terdengar……
(diiringi alunan suara biola oleh Michelle Nathasa Devi…)
Dibacakan oleh : Gary (9)
Tuhan..doaku
bukan doa metamorfosa
laksana
ulat kepompong dan kupu-kupu
Yang
hanya berputar-putar kembali ke asal
Tak
pernah jelas hanya ada keluh kesah dan kesal
Tuhan..doaku
bukan kepenatan
Yang
hanya aku ucapkan kala aku tak punya cara
Aku
mengetuk pintu rumahMU karena aku pengadu
Tuhan
intiplah saja kami dari balik tirai jendelaMu
Dibacakan oleh :
Grace (10)
Aku ingin Engkau
menyentuh tiap hati kami
Aku ingin Engkau
tersenyum melihat arifnya negeri
Tak berpaling
selepas detak awal jarum penunjuk waktu
Hingga air lautan
memenuhi bumiku saat tutup buku
Tuhan aku ingin
Engkau singgah di negeri kami
Bercengkerama
denganku menghabiskan redupnya hari
duduk bersamaku di hamparan
rumput tanpa sisi
dengan teh
penghangat buatan ibuku
dan bersama kita
menikmati pelangi
Terima kasih Tuhan
Bapaku, doaku Engkau kabulkan
(Slide keindahan
alam Indonesia berlatar pelangi di langit kembali ditayangkan….) (Mr. Armand)
Seluruh pemain dengan warna-warni pakaian
meggambarkan keragaman suku dan budaya
masuk ke panggung dengan
ekspresif menunjukkan keheranan
memandang keindahan keragaman bumi Indonesia.(Melihat tayangan slide…dengan
gerak teatrikal dan ikut menyanyikan lagu….)
(musik gamelan
ikut berkolaborasi masuk dan mengalun perlahan..semakin mengeras…kemudian pelan
dan menghilang….) bersamaan nyanyian lagu / band……………………………………………(dipersiapkan
Mr. Sam)
Pada
akhir nyanyian….dibacakan epilog :
Dua
orang membawa kain kotak-kotak Bali dibentangan untuk menutupi dalang saat
masuk panggung… berhenti di tengah dan tetap membentangkan dengan menggerakkan
kain.
Disampaikan dalam kemasan penampilan
dalang memainkan wayang Bethara Guru.. menyampaikan
epilog diringi alat musik bongo, gamelan…(Wajah dalang tidak tampak)
Epilog (Dalang): Bams
“Setiap
hari yang kita lalui / memiliki pahala sendiri / dan tantangan yang unik.//
Tak
satu dari kita / yang memiliki khawatir
atau tanggung jawab yang sama / karena kehidupan ini / terbentuk disekeliling
setiap kita sebagai individu//
Kita
hanya perlu mengingat / bahwa kita
menciptakan dunia kita sendiri//
Siapa
kita / dan cara kita bertindak / adalah bagaimana kita mengendalikan hidup//
Ada
peluang yang tak ada habisnya bagi kita / untuk menata kembali kehidupan / hari ke
hari yang diberikan Tuhan kepada kita//
Terserah….terserah
manusia dan masing-masing kita / untuk mengambil keputusan / jalan mana yang
akan kita tempuh/ seberapa jauh / atau
seberapa cepatnya kita menjalani hidup ini / atau…./ bahkan mengabdi pada kemurkaan / yang akhirnya membinasakan…/ adalah
pilihan-pilihan / yang harus kita
tentukan sendiri”.
Bertahanlah../
bertahanlah../ bertahanlah pada keragamanmu/ …nikmatilah pelangimu//
Kain panjang menutupi
mundurnya dalang dari panggung.(Suara gamelan dan bongo semakin mengeras dan
berhenti serempak.. saat dalang dan pembawa kain sampai balik panggung).
Bersamaan
Slide/Video : keadaan alam dengan pancaran pelangi. (mr. Armand)
Lampu panggung kembali
terang benderang…..Pementasan selesai.
=============