Kamis, 10 September 2015

UZURNYA SAJAK-SAJAKKU


BEKAS SAJAKKU

Tak ada lagi jumlah baris jadi pembanding
Baitnya pun seperti  bekas gigitan kue kering
Retak seperti membentuk jalan air dari hilir
Bunyinya pun tak merdu di mulut penyair

Tiap kata sudah berlumut hijau kering tak sedap
Tatanan baitnya tak lagi dikunjungi peziarah
Kiasannya telah menjadi sarang serangga penghisap
Ditumbuhi rumah semut sampai ular tanpa desah

Tiang penyangga kalimat terlampau menjadi tua
Tempat kekesalan laba-laba meludahkan liurnya
Lantas menjadi tenunan halus kain kesumba
Lambangnya terbengkelai tak nampakkan rasa

Sajakku telah bunuh diri oleh putus asa depresi
Sejak ambigunya membingungkan halaman majalah sastra
Meski sempat menuliskan warisan surat wasiat
Harta peninggalannya tersimpan dalam hati

Sajak-sajakku sempat pernah bermakna
Singgah tak lama semayam dalam bilik sanubari
Mengingatkan benak yang sempat terlupa
Mengembalikan harga yang sempat berlari diri
Meluruskan jalan hidup yang tak lagi pada tempatnya
Menggelitik kesadaran yang melupakan nilai dan arti

Kini sajakku keras membatu melengkapi antologi
Sisi tepinya termakan kutu pengerat kertasku
Menyepi sendiri di dalam laci lemari terikat tali
Sampai tiba waktu penyair tersesat menemukanku

                      Surabaya, 10 September 2015






Tidak ada komentar:

Posting Komentar