KETIKA KELOPAK KUNCUP BUNGA
Aku mengerti bunga yang kuraih kuncupnya merekah merah
kelopak mahkota laun menguning sebelum masanya layu kering
belalang kumbang telah mematikan senyum dan sapanya
namun keharumannya semerbakkan taman sudut pedesaan
berpagar kokoh batang-batang jati menggigil kedinginan
ditinggalkan daun-daunnya satu-satu melepaskan perekat
karena telah tiba datangnya musim menagih janji sang alam
sukmaku hanya mencoba menikmati gelap samar indah dan harum
jauhnya satu lemparan jarak dari taman serabut kaki pohon jati
kebodohan ilmuku lemah untuk mengingatkan kuatnya angin
misteri aroma merekah bunga mengikat keperkasaan budiku
kini berdiri sejengkal hitungan dari ranting kering batang bunga
tiga pergantian musim lagi pasti menjerat tangan dan kakiku
ibaku semula hanya menjadi karib tempat tumpah keluh kesah
agar siraman panas dingin air memadamkan segala serapah
lantas seribu semaian menghiraukan ketika terucapnya sumpah
biarkan penyiram taman tak bebas membanjiri jalan air desa
biarkan penyantun senda gurau menghentikan gelak tawa
biarkan pencipta lagu memberi kering bibirmu nyanyikan nada
tak inginkah kakimu menapak dan tanganmu meraih mimpi?
Terbaca dari warna dan wanginya bungamu,
kehendak untuk tak mekar di tanah yang bukan milkmu sendiri
keinginan untuk tak kuncup di dalam pagar penuh onak berduri
kemauan untuk tak bisa berdiam diri kemudian mimpi berlalu
kelopak mekar bakal tak berkembang dan segera lunglai layu
jika masih bertahan dalam kaca tembus pandang tanpa udara
gerakkanlah daunmu meski
angin tak berhembus semilir
jatuhkanlah daunmu meski kesejukan menyirami dari hari ke hari
biarkan putik-putikmu menjadi ringan melayang tanpa khawatir
terbawa terbang jauh menjadi dekat, jatuh dan tumbuh di sini
di hutan lindung yang gemericik airnya menopangmu tumbuh bersemi
tepat di penghujung musim penghujan awal bulan Februari
10.45
nyaris tengah malam
masih
1792013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar