MAHALNYA SENYUM DAN SAPA
Kita tak berada di dunianya keseraman
yang hanya ada pekik histeri mencekam
bersamaan berhentinya aliran darah
kita tak berdiri di dunianya kecemasan
yang hanya ada harap-harap kebebasan
berharap tegur sapa manis dari mulutmu
Jiwa dan hati kita dalam satu periuk nampan
tak samanya engkau di tengah kami tepinya
kami bersama-sama mengumbar kearifan senyum
sedang kamu dan kalian menyandera sudut bibir
berharap ada kewibawaan mencengkeramaimu
lantas ada ketakutan abadi singgah di hati kami
Ataukah engkau merasa kulitmu lebih putih dari kami
hingga melepas senyum pun bak kehilangan harga diri
asal kamu tahu periuk ini dibuat dari tanah liat kebunku
saat naga-nagamu kau biarkan liar membakar semaknya
bahkan menghanguskan seruling dan kecapi kayu
pengiring tarian anak-anak pedesaan kaki bukit gersang
dan pedoman langkah-langkahku membumikan senyuman
Aku dan kawanku menjunjung tinggi warisan keramahan
tutur lembut dalam peti harta karun budi pekerti
tak pernah malu-malu menunduk melesatkan senyum
laksana tuanya batang padi makin menguning bulirnya berisi
yang melebarkan gelegak dan tawa kelegaan para petani
Ada ketamakanmu sepintas melintas memberi tanda
tak ditariknya senyumanmu pada sudut terdekat
karena di bibir mulutmu terwarnai oleh keterpaksaan
Beruntung kamu, Tuhan lengkapi wajahmu dengan mulut
bukan hanya untuk mengunyah sajian periuk tanah liatku
apalagi minum getah merah yang menetes dari bulir padi
tersenyumlah dalam tutur kelembutan setiap waktu
selagi Dia belum mengambil senyuman itu darimu
29 Januari 2012
Kita tak berada di dunianya keseraman
yang hanya ada pekik histeri mencekam
bersamaan berhentinya aliran darah
kita tak berdiri di dunianya kecemasan
yang hanya ada harap-harap kebebasan
berharap tegur sapa manis dari mulutmu
Jiwa dan hati kita dalam satu periuk nampan
tak samanya engkau di tengah kami tepinya
kami bersama-sama mengumbar kearifan senyum
sedang kamu dan kalian menyandera sudut bibir
berharap ada kewibawaan mencengkeramaimu
lantas ada ketakutan abadi singgah di hati kami
Ataukah engkau merasa kulitmu lebih putih dari kami
hingga melepas senyum pun bak kehilangan harga diri
asal kamu tahu periuk ini dibuat dari tanah liat kebunku
saat naga-nagamu kau biarkan liar membakar semaknya
bahkan menghanguskan seruling dan kecapi kayu
pengiring tarian anak-anak pedesaan kaki bukit gersang
dan pedoman langkah-langkahku membumikan senyuman
Aku dan kawanku menjunjung tinggi warisan keramahan
tutur lembut dalam peti harta karun budi pekerti
tak pernah malu-malu menunduk melesatkan senyum
laksana tuanya batang padi makin menguning bulirnya berisi
yang melebarkan gelegak dan tawa kelegaan para petani
Ada ketamakanmu sepintas melintas memberi tanda
tak ditariknya senyumanmu pada sudut terdekat
karena di bibir mulutmu terwarnai oleh keterpaksaan
Beruntung kamu, Tuhan lengkapi wajahmu dengan mulut
bukan hanya untuk mengunyah sajian periuk tanah liatku
apalagi minum getah merah yang menetes dari bulir padi
tersenyumlah dalam tutur kelembutan setiap waktu
selagi Dia belum mengambil senyuman itu darimu
29 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar