(mengenang kesediaan seorang wanita 17 tahun lalu yang kini menjadi pendampingku)
Aku memberanikan menempa besi panas dengan telapak tanganku
menjadi penyangga rangka tegakkan tiang bentangan kain layar
pada kayu yang terlanjur roboh tertebang meski belum tua benar
telapak menepuk mencoba memanggil angin yang kala itu pulas
agar desiran yang dihembuskannya menjadi awan pada bibir pantai
meniupkan halus dan dingin pada layarku hingga menjadi cembung
pertanda perahu kertasku menggeliat meningggalkan dermaga
menantang dan mengiris riak buih si ombak kecil saat air pasang
Kenekatanku bukan coba-coba nyalakan kayu menjadi bara api
pada batang dayung yang lebih besar dari lenganku sendiri
ini anugerah dan kesempatan pengujian lipatan kertas-kertas
yang lantas menjadi perahu pengarung batang sungai
penghantar ke samudera lautan lepas, ganas, tiada batas
Dengan mencari jawab dari lembar-lembar halaman kitab suciku
akankah ada seseorang yang rela menjadi juru api perahu kertasku
menemaniku meretas tali-tali dan menjaring ikan di buritannya
sementara pemberat penambat perahu mulai tergerus deras air
padahal jangkar penahan gelombang dan arus dasar batang air itu
seribu seratus sepuluh kali lebih ringan dari perahu kertasku
Lelah kaki melangkah lelah mulut bertutur merajut kata
kutemukan jawaban itu bukan oleh mantera-mantera
tapi di halaman rumahku berserak di antara batu-batu
kupungut indah cantiknya dan kupigura kilauannya
cahayanya semua warna lebih terang dari lampu pemandu
kubawa dan kuberi tempat dekat tungku api perahu kertasku
lalu kerlap-kerlipnya mulai kumpulkan pasukan angin
kini tujuh belas putaran jam dinding terlewati
dan empat pulau indah menawan cantik tersandari
meski perahu kertasku mulai basah oleh air
tetap terus…dan terus memanggil-manggil angin
12 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar