Jumat, 12 Februari 2010

KARENA PUISI MEWAKILI HATI

ADA KEMULIAAN HATI DI JALAN NGAGEL
(Puisi untuk Pak Kus, tukang tambal ban berhati malaikat)

Kukayuh sepeda anginku mencoba mencari dimana ujung jalan ini
Agar aku dapat menceritakan cinta kasih ketulusan kepada dunia
Yang ada hanya
lapak-lapak pedagang yang barangkali tak lagi berkaki lima
Yang ada hanya
ember-ember tak bertangkai dari para tukang tambal ban
Yang ada hanya
nyanyian gemeretak mesin jahit tua beradu jok sepeda motor
Yang ada hanya
lengkingan teriakan ”terus..kiri..kanan” si tukang parkir
Yang ada hanya
rasa kantuk dari rentanya perempuan penjual bensin eceran
Yang ada hanya
kekesalan tidak puasnya hati dari orang-orang di warung kopi

Kukayuh sepeda anginku membawa kepuasan bathin
yang hanya cukup untuk hari ini
Meski hanya pengabdian, melayani kehidupan,
dan berubah tidaknya perilaku
Siulan dan senandung kecil laksana simponi orkestra
tercipta seketika tanpa sengaja
Sekalipun tak merdu dan tak jelas nada-nada
dan tak terbaca kata-kata syairnya
Tanda kepuasan selesainya pekerjaan
tepat pada hari ini bukan esok hari
yang mampu menggeser kepenatan hati
serta panasnya telapak kaki
Bahkan menyegarkan kembali
biru hitamnya urat nadi pangkal paha
Dengan harapan esok senandung itu
akan semakin berarti bagi negeri
Dalam kesetiaan di tiap berputarnya
roda-roda kehidupan
Dalam lekatnya kaitan rantai besi
pemutar roda hingga berkarat

Sayang, rongga roda tak kuat menahannya
dan angin melesat seketika
Berdesakkan berebutan
untuk segera meninggalkan tanpa jejak
Dari tiap celah rongga kulit ban karet
yang mulai tumpul giginya tanda sudah tua
Kepergiannya meninggalkan keluh kesah
tapi bukan sumpah serapah
Hilangnya lahirkan gerutu
yang tak pernah ada titik temu
Raibnya menjadikan kenangan indah
sepanjang hayat kehidupan
Dan aku coba tetap pada ketegaranku
tak mengayuhnya tapi menuntunnya
Dengan tetap berada
di dalam nyanyian parau dan panas

Kemuliaan hati itu
menegur tanpa suara di atas kekosongan jiwaku
Kemuliaan hati itu
memanggil tanpa bergeming di sisi kebimbanganku
Kemuliaan hati itu
berbisik tanpa desisan tepat di bawah sadarku
Kemuliaan hati itu
bersuara tak memekakkan telinga di ujung mataku
Kemuliaan hati itu
ada dan terbungkus di dalam dan oleh ketuarentaan raga
Kemuliaan hati itu
menyajikan menu cinta kasih yang tak teracuni kepura-puraan
Kemuliaan hati itu
merelakan ”punyaku gunakan dulu untukmu”

Menjadikan siulan senandung kecil simponi
orkestra yang tercipta tanpa sengaja
Yang terhenti sesaat tepat pada titik putusnya
nafas kehidupan bernyanyi lagi
Sekalipun tak merdu dan tak jelas nada-nada
dan tak terbaca kata-kata syairnya
Tanda kepuasan selesainya pekerjaan
tepat pada hari ini bukan esok hari

Kemuliaan hati itu bernama pak Kus....
Entah pak Kus siapa...aku tak benar peduli
karena yang kuingat kemuliaan hatinya

Surabaya, 10 Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar