Senin, 24 Agustus 2015

AKU DAN MURID YANG TERUSIR DARI KELAS


(letupan kekhawatiran berubahnya nilai ajaran sikap)

Kelas..tempat persegi empat berjendela atau tanpanya
Laksana bilik jantung pemompa aliran darah seluruh tubuh
Di situlah aku biasa menempa baja membentuk cerita
Agar buku dongengku terbaca dan laku menjelajah dunia
Di situlah aku selalu menggunakannya membentuk jiwa
Setidaknya mengenalkan muridku bijak santun tutur dan kata
Biar tinggi martabat karena pekerti tak lagi mati
Di situlah  biasanya aku menajamkan tumpulnya kepekaan
Membuat muridku sadar ternyata tak mudah
membuka mata dan memancing senyum dunia

Siang ini ceritaku tak gayung bersambut putus dan pupus
Leherku tersedak fonem vocal suku kata frase klausa dan kalimat
Aku telah kau buat menjadi bisu karena lidahku kelu
Aku kehilangan paragraf dari semua kerangka cerita rancanganku
Kekecewaanku laksana ukuran kacaunya alur maju dan mundur
Pucat pasiku telah menenggelamkan  keutuhan akhir cerita
Suapan yang nyaris menghampiri mulut tumpah sudah
Mengotori lantai benak penokohan pikiranku dan muridku

Begitu gampang dan kecilnya arti sebuah harga “menghargai”
Begitu mudah dan murahnya harga “menghormati keadaan”
Begitu tak berdayanya sebuah proses membentuk terjadi
Etika tata karma kaidah kebenaran hikmat terabrasi profesi
Oleh keinginan merasa “selagi” demi nama yang dipaksakan

Siang itu hakku mendongengkan cerita pada muridku terlanggar
Lenyap seketika terebut mimpi sang pemimpi siang hari
Tokoh dalam ceritaku terusir dari jalan cerita meninggalkan buku
Lantas menghampiri dan menginjak-injak nilaiku sebagai guru
Tak ada tempat menghargai, terhapus nilai etika budi pekerti
Dan legenda mitos hikayat negeri dongeng hilang sakralnya
Belajar telah kehilangan kata, proses sudah kehilangan makna

Aku dan muridku terpelanting berlari dari meja kursi
Mirip padagang di trotoar jalan terkejar petugas ketertiban
Mencari bangku baru menyambung putusnya cerita
Biar tiada angin meredam asal mendapat layar pedoman
Bagiku sejuk bukan jaminan indahnya membangun kata

Tapi biarlah siapa pun dirimu apa pun aku
Tergesernya kesetaraan hak menghapus papan tulis kelas
Tergusurnya kesakralan  rangkaian cerita menata bahasa
Tak melekangkan niatku menceritakan nilai hidup bersama muridku

Surabaya, 20 Agustus 2015