SEKADAR TEMPAT MENUANGKAN PEMIKIRAN RINGAN TENTANG BAHASA, SASTRA, BUDAYA, PENDIDIKAN, dan KEBANGSAAN INDONESIA
Jumat, 11 September 2009
Puisi Keprihatinan
TARIAN BUMI DI TANAH PASUNDAN
kaki dan jemarimu yang telanjang
mengawali lagi menapak batuan
jalanan pedesaan berdebu
likunya meliuk mengiring lorong
mengingatkan indahnya tarian
khas Sunda bumi Parahyangan
serulingnya menidurkan sepinya
Galunggung dan Tangkuban Perahu
persada bumi kethuk tilu pun
terdiam tak menggeliat
Ujang, teriakanmu sadarkan mimpi
tiap perempuan penanak nasi
dan dapur mereka penuh terisi
piring gelas ember dan panci
Ujang, teriakanmu penuhi harapan
tiap insan di perut pedesaan
dan segala kebutuhan tercukupkan
makan pakaian menjelang lebaran
"Ini Ramadhan kaberkahan" katanya
Tua muda pria wanita dan tidak semua
di desa di kota dan tidak semua
mencoba tak liarkan hasrat
dan keinginan ambisi kuasa diendapkan
Biarkan air liur membanjir
teriakan Ujang tetap terdengar lantang
tawarkan pecah belah dan piutang
Biarkan piringan hitam pada perut
nyanyikan alunan irama keroncong
mengantar berputar pada lilitan pusar
teriakan Ujang tak membatalkan niat
Baru saja sembilan belas langkah
harapanmu menerjang puting beliung
derasnya terbangkan sisa-sisa kepastian
tanah yang kauinjak pecah merekah
membentuk garis lurus rapi membujur
laksana barisan para tentara
yang tak pangkal dan tak ujung
Tanah leluhurmu meliuk menari
geulis pisan . . .tariannya
Tariannya tumpahkan darah
tariannya hantarkan manusia pada maut
dawai kecapinya gemparkan jeritan
serulingnya runtuhkan keperkasaan
tembok benteng punggung bukit kaki gunung
gemulai tariannya mengubur kehidupan
tak hiraukan tua muda remaja
dari si renta bahkan si mungil bayi
yang ada dalam rahim istri kabayan
Ujang, gelas piring dan panci darimu
menghilang muksa tak di rimba
padahal perempuan perempuan itu
belum sekalipun memakainya
Ujang, uang pinjaman darimu
belum sempat dibelanjakan
masih utuh terselipkan
di balik kain ikat kepala suaminya
terkubur jadi satu dengan keluarga itu
Ujang, kedahsyatan tarian gempa pagi itu
semoga semakin menguatkan puasamu
meski bantuan dari saudara-saudaramu
di pelosok negeri
belum sampai ke tenda penampungan
tempatmu saat ini
Kamis, 03 September 2009
NEGERI JIRAT ENCIK DATUK
NEGERI JIRAN
(dalam bahasa ringan sehari-hari)
Maaf saja, sebagai warga bangsa
Jika kita telusuri silsilah serumpun atau tidak serumpun, memang
Eeeeeit…nanti dulu! Kita diam ini bukan karena takut. Kita ini masih menjunjung tinggi musyawarah biar ada kemufakatan. Tapi kalau diperingatkan dan diajak ngomong-ngomong gak mau, yah mau apalagi, tidak ada kata lain kecuali kata GANYANG!!! Seperti wasiat luhur bapak pendiri Indonesia Soekarno, yang sampai saat ini wasiat luhur itu masih tetap ada di tiap benak bangsa
Berikut daftar kekayaan negeri
1. Pulau : Sipadan, Ligitan. (Ambalat dan Jemur sedang diincar)
2. Lagu : Rasa Sayange, Terang Bulan (syairnya diubah), terakhir lagu R&B -nya Saykoji.
3. Budaya (tari) : Tari Pendet, Wayang, Reog Ponorogo, Gamelan
4. Makanan : Rendang Padang
Polah tingkah ulah salah negeri jiran (tetangga) sebelah tentunya tidak mengundang simpati kalangan dunia. Kita sih menyadari kalau
Memang ekonomi kita tidak sehebat
Akan lebih baik dan bermartabat jika
Kita terbuka dan sangat senang karena dapat menularkan ilmu ke bangsa lain. Ya toh…
Atau minta bantuan kita lagi untuk mengirimkan guru-guru ke
Jangan hanya mengirim Nurdin Muhammad Top (yang pengin ngetop di
Dan kita tidak mau punya tetangga semacam itu. Kita ingin punya tetangga yang adem ayem, dapat bekerja sama, nggak iri hati, nggak usil, nggak suka nggangu, dan merasa serumpun.
Sudahleh encik datuk kite ni tetangge, ta usah lah buat aksi. Usahlah coba-coba usik tu harimau yang sedang tidur.
LASKAR PITA MERAH PUTIH